Pages

Kamis, 10 Oktober 2013

Makalah Pajak tentang PBB

BAB I

PENDAHULUAN
1.1  Latar Belakang
Tanah dan bangunan merupakan barang komoditi atau merupakan barang ekonomi yang berpengaruh sangat kuat terhadap kehidupan bangsa , negara dan penduduknya. Negara sebagai organisasi yang mengatur dan memerintah rakyat serta kehidupan bernegara demi mencapaikemakmuran dan kesejahteraan rakyatnya berkewajiban untuk mengatur tata hidup dan pendayagunaan tanah baik sebagai barang ekonomi maupun tempat tinggal. Untuk itu sudah sejak zaman kerajaan sampai dengan berdirinya Negara, pendayagunaan tanah ini diatur oleh para penguasa atau Negara.
Sesuai dengan amanat yang terkandung dalam GBHN perlu diadakan pembaharuan sistem perpajakan yang berlaku dengan sistem yang memberikan kepercayaan kepada wajib pajak dalam melaksanakan kewajibannya serta memenuhi haknya di bidang perpajakan sehingga dapat mewujudkan perluasan dan peningkatan kesadaran kewajiban perpajakan serta meratakan pendapatan masyarakat. Di Indonesia, dikenal adanya PBB (Pajak Bumi dan Bangunan). Sebagai penerus, kita sebagai mahasiswa juga harus memahami bagaimana seluk beluk PBB.
1.2  Rumusan Masalah
a.       Apa pengertian PBB dan apa dasar hukumya?
b.      Apa saja yang termasuk objek dan subjek PBB?
c.       Bagaimana tarif dan tata cara  perhitungan PBB?
d.      Bagaimana proses keberatan, banding dan pengurangan dalam PBB?
e.       Apakah yang dimaksud dengan daluwarsa, restitusi dan kompensasi dalam PBB?
1.3  Tujuan Penulisan
a.     Menjelaskan pengertian PBB dan dasar hukumya
b.    Menjelaskan apa  saja yang termasuk objek dan subjek PBB.
c.     Menjelaskan  tarif dan tata cara  perhitungan PBB.
d.    Menjelaskan  proses keberatan, banding dan pengurangan dalam PBB.
e.    Memberikan penjelasan tentang daluwarsa, restitusi dan kompensasi dalam PBB.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 PAJAK BUMI DAN BANGUNAN
2.1.1    DASAR HUKUM
PBB adalah termasuk jenis pajak objektif, di mana yang lebih ditekankan dalam pengenaan pajak ini adalah pada objeknya. Hal ini bisa kita lihat dari susunan pasal dalam Undang-undang Nomor 12 Tahun 1985 dan perubahannya yang menempatkan pasal tentang objek pajak lebih dahulu daripada subjeknya.
2.1.2   OBJEK DAN SUBJEK
Objek dari PBB adalah Bumi dan/atau Bangunan. Menurut UU PBB, Bumi dapat diartikan sebagai permukaan bumi dan tubuh bumi yang ada dibawahnya. Sedangkan permukaan bumi meliputi tanah dan perairan pedalaman serta laut wilayah Indonesia. Bangunan adalah konstruksi teknik yang ditanam atau dilekatkan secara tetap pada tanah dan / atau perairan. Di dalam memori penjelasan UU PBB yang termasuk bangunan adalah :
ü  jalan lingkungan dalam suatu komplek bangunan
ü  jalan tol
ü  kolam renang
ü  pagar mewah , taman mewah
ü  tempat olah raga
ü  galangan kapal , dermaga
ü  tempat penampungan/kilang minyak, air dan gas, pipa minyak
ü  fasilitas lain yang memberi manfaat
Di dalam UU PBB juga diatur beberapa objek pajak yang tidak dikenakan PBB yaitu:
ü  Objek yang digunakan semata-mata untuk kepentingan umum dibidang ibadah, sosial,  kesehatan, pendidikan dan kebudayaan nasional yang tidak dimaksudkan untuk memperoleh keuntungan
ü  Objek yang digunakan untuk kuburan, peninggalan purbakala atau yang sejenis dengan itu
ü  Objek yang merupakan hutan lindung, hutan suaka alam, hutan wisata, taman nasional, tanah penggembalaan yang dikuasai oleh desa, tanah negara yang belum dibebani suatu hak
ü  Objek yang dipergunakan oleh perwakilan diplomatik, konsulat berdasarkan azas perlakuan timbal balik
ü  Objek yang digunakan oleh badan atau perwakilan organisasi internasional yang ditentukan oleh Menteri Kuangan
Subjek dari PBB adalah orang atau badan yang secara nyata mempunyai suatu hak atas bumi, dan/atau memperoleh manfaat atas bumi, dan/atau memiliki, menguasai dan/atau memperoleh manfaat atas bangunan. Apabila subjek pajak tersebut dikenakan kewajiban membayar pajak maka subjek pajak tersebut menjadi wajib pajak.
2.1.3    DASAR PENGENAAN
Yang menjadi Dasar Pengenaan PBB adalah Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) yang mempunyai pengertian sebagai berikut: .harga rata-rata yang diperoleh dari transaksi jual beli yang terjadi secara wajar, dan bilamana tidak terdapat transaksi jual beli, NJOP ditentukan melalui perbandingan harga dengan objek lain yang sejenis, atau nilai perolehan baru, atau nilai jual objek pajak pengganti.
Berdasarkan pengertian NJOP tersebut terdapat 3(tiga) pendekatan penilaian yang dapat dilakukan untuk menentukan besarnya NJOP yaitu :
1.      Pendekatan Data Pasar (Market Data Approach) yaitu menentukan nilai suatu objek (properti) dengan jalan membandingkan objek yang dinilai dengan objek lain yang sejenis yang telah diketahui nilai jualnya. Pendekatan ini dapat juga disebut dengan Metode Perbandingan Harga.
2.      Pendekatan Biaya ( Cost Approach ) yaitu menentukan nilai suatu objek (properti) dengan jalan menghitung seluruh biaya yang dikeluarkan untuk memperoleh objek tersebut. Biaya yang diperhitungkan adalah biaya bangunan baru kemudian dikurangi dengan penyusutan yang ada.
3.      Pendekatan Pendapatan (Income Approach) yaitu menentukan nilai suatu objek (properti) dengan jalan mengkapitalisasikan pendapatan bersih dari objek tersebut dengan suatu tingkat kapitalisasi tertentu. Pendekatan ini dapat juga disebut Pendekatan Kapitalisasi.
NJOP ditetapkan oleh Menteri Keuangan setiap 3(tiga) tahun, kecuali daerah tertentu setiap tahun sesuai dengan perkembangan sosial dan ekonomi setempat. NJOP dikelompokkan kedalam klas-klas yang disebut dengan klasifikasi NJOP baik untuk bumi maupun bangunan.
Klasifikasi NJOP bumi terdiri dari 2(dua) kelompok yaitu:
-          Kelompok A (50 klas) dengan klas tertinggi Rp3.100.000,- per M2 dan klas terendah Rp140,- per M2
-          Kelompok B (50 klas) dengan klas tertinggi sebesar Rp68.545.000,- per M2 dan klas terendah sebesar Rp3.375.000,- per M2.
Klasifikasi NJOP bangunan terdiri dari 2(dua) kelompok yaitu:
-          Kelompok A (20 klas) dengan klas tertinggi sebesar Rp1.200.000,- per M2 dan klas terendah sebesar Rp50.000,- per M2
-          Kelompok B (20 klas) dengan klas tertinggi sebesar Rp15.250.000,- per M2 dan klas terendah sebesar Rp1.516.000,- per M2.
2.2      DASAR PERHITUNGAN DAN CARA MENGHITUNG PBB
2.2.1. DASAR PERHITUNGAN PBB
Yang menjadi dasar perhitungan PBB adalah Nilai Jual Kena Pajak (NJKP) yaitu suatu persentase tertentu dari NJOP. Besarnya NJKP adalah sebagai berikut:
NJKP = NJOP - NJOPTKP
Tarif PBB
Besarnya tarif PBB adalah setinggi-tingginya 0,3%
a.    Untuk NJOP sampai dengan Rp 1 Milyar adalah sebesar 0.1%
b.    Untuk NJOP di atas Rp 1 Milyar adalah sebesar 0.2%
Rumus penghitungan PBB:
PBB = Tarif x NJKP
Tarif pajak dan dasar penghitungan PBB berdasarkan UU No.28 tahun 2009 mulai berlaku 1 Januari 2010.
2.2.2. BATAS TIDAK KENA PAJAK
Di dalam pengenaan PBB terdapat suatu batas nilai yang tidak dikenakan pajak yang disebut Nilai Jual Objek Pajak Tidak Kena Pajak (NJOPTKP). Menurut UU NO.28 tahun 2009, besarnya NJOPTKP untuk setiap daerah kabupaten/kota serendah-rendahnya Rp. 10.000.000,- dengan ketentuan sebagai berikut:
a.       Setiap wajib pajak memperoleh pengurangan NJOPTKP sebanyak satu kali dalam satu tahun pajak.
b.      Apabila wajib pajak mempunyai beberapa objek pajak, maka yang mendapatkan pengurangan NJOPTKP hanya satu objek pajak yang nilainya terbesar dan tidak bisa digabungkan dengan objek pajak lainnya.
2.2.3 CONTOH SOAL MENGHITUNG PAJAK BUMI DAN BANGUNAN.
Pak Irwan mempunyai tanah seluas 500 m2 dengan nilai jual Rp. 400.000/m2. Didalam area tanahnya terdapat bangunan rumah dengan luas 250 m2 dengan nilai jual Rp. 200.000/m2. Hitunglah besarnya PBB jika diketahui NJOPTKP sebesar Rp. 12.000.000 dan tarif pajak sebesar 0,2%?
Jawab:
NJOP bumi     = 500 x Rp.400.000 = Rp 200.000.000
NJOP rumah   = 250 x Rp 200.000 = Rp 50.000.000
NJOP total      = Rp 250.000.000
NJKP  = NJOP – NJOPTKP
                        = Rp 250.000.000 – Rp 12.000.000
                        = Rp 238.000.000
PBB    = NJKP x tarif PBB
                        = Rp 238.000.000 x 0,2%
                        = Rp 476.000
2.3  KEBERATAN, BANDING DAN PENGURANGAN
A. KEBERATAN PBB
WP dapat mengajukan keberatan atas SPPT atau SKP mengenai :
- Luas tanah/luas bangunan
- NJOP/ klasifikasi tanah dan atau bangunan
- Perbedaan penafsiran UU/Peraturan
Keberatan diajukan dalam waktu 3(tiga) bulan setelah terima SPPT/SKP, lewat waktu tidak dianggap sebagai permohonan keberatan dan tidak dipertimbangkan. Setelah menerima surat keberatan dari WP, KPPBB/KPP Pratama meneruskan ke
Kanwil DJP yang harus memproses dalam waktu 12 bulan, lewat waktu keberatan
dianggap diterima. Hasil proses berupa : diterima seluruhnya/sebagian, ditolak atau menambah besar pajak terutang. Pengajuan keberatan oleh WP ini tidak menunda kewajiban membayar pajak. WP yang tidak setuju atas SK Keberatan dapat mengajukan banding ke Pengadilan Pajak.
B. BANDING PBB
·      Pengajuan banding dilakukan dalam waktu 3 (tiga) bulan sejak WP menerima SK Keberatan, lewat waktu tidak dipertimbangkan.
·      Pengajuan banding dalam bahasa Indonesia dan dilakukan oleh WP/ahli waris/kuasanya
·      Satu surat pengajuan banding untuk satu SK Keberatan.
·      Jumlah pajak terutang harus dibayar lebih dahulu sebesar 50% (lebih lanjut lihat UU Peradilan Pajak)
C. PENGURANGAN PBB
 Pengurangan PBB dapat diberikan kepada WP dalam hal :
1.      Kondisi tertentu objek pajak yang ada hubungannya dengan subjek pajak atau sebab- sebab tertentu lainnya yaitu :
a.       Objek pajak pertanian/perkebunan/perikanan/peternakan yang hasilnya
sangat terbatas dan merupakan milik orang pribadi.
b.      Objek pajak milik orang pribadi yang berpenghasilan rendah yang NJOPnya meningkat karena dampak dari pembangunan.
c.       Objek pajak milik orang pribadi yang penghasilannya semata-mata dari
pensiunan.
d.    Objek pajak milik orang pribadi yang berpenghasilan rendah.
e.    Objek pajak milik anggota veteran.
f.    Objek pajak milik Badan yang mengalami kerugian dan kesulitan
likuiditas sepanjang tahun.
 2. Objek pajak terkena bencana alam atau sebab lain yang luar biasa.
 3. WP merupakan anggota veteran pejuang kemerdekaan dan veteran pembela
kemerdekaan
ü  Pengurangan diajukan dalam bahasa Indonesia dan dalam jangka waktu 3(tiga) bulan setelah terima SPPT/SKP, lewat waktu tidak dipertimbangkan.
ü   Dalam permohonan dicantumkan besarnya pengurangan yang diinginkan dalam prosentase (misal 50%, 75%)
ü  Untuk bencana alam dapat diajukan secara kolektif melalui Lurah/Camat
ü  Permohonan akan diproses oleh KPPBB/KPP Pratama/Kanwil DJP dalam waktu 3(tiga) bulan sejak diterima dari WP, lewat waktu dianggap diterima
ü  KPPBB/KPP Pratama akan memproses permohonan dengan ketetapan sampai Rp500 juta, lewat Rp500 juta akan diproses oleh Kanwil DJP
ü  Keputusan terhadap permohonan berupa mengabulkan seluruhnya/sebagian atau menolak.
D. PEMBETULAN
·      Apabila terjadi salah tulis, salah hitung atau kekeliruan dalam penerapan perundang - undangan perpajakan yang terdapat dalam SPPT, SKP maupun STP dapat dibetulkan baik atas permintaan WP maupun tidak.
·      Pembetulan dapat dilakukan tanpa batas waktu akan tetapi apabila pembetulan tersebut mengakibatkan jumlah pajak terutang bertambah besar, maka pembetulan tersebut hanya dapat dilakukan apabila hak untuk menetapkan pajak belum kedaluwarsa (10 tahun).
·      Hasil proses pembetulan berupa sama, lebih kecil atau lebih besar dari pajak terutang.
E. PEMBATALAN
Dalam hal objek pajak tidak ada, atau hak dari subjek pajak terhadap objek pajak
batal karena putusan pengadilan, atau objek pajak berubah peruntukan menjadi fasilitas umum atau fasilitas sosial atau bukti tertentu lainnya, maka dapat dilakukan pembatalan atas SPPT, SKP maupun STP.
2.4     DALUWARSA, RESTITUSI DAN KOMPENSASI
A. DALUWARSA PBB
PBB mempunyai 2(dua) jenis daluwarsa yaitu :
1. Daluwarsa Penetapan
Penetapan pajak menjadi daluwarsa setelah lewat waktu 10 tahun. Namun demikian apabila berdasarkan hasil pemeriksaan atau keterangan lain pajak yang terutang tidak dibayar atau kurang bayar atau wajib pajak dikenai hukuman karena tindak pidana perpajakan, maka Dirjen Pajak dapat menerbitkan SKP ditambah sanksi administrasi berupa bunga sebesar 48% dari pajak yang belum dibayar.
2. Daluwarsa Penagihan
Hak untuk melakukan penagihan pajak termasuk bunga, denda, kenaikan, dan biaya penagihan menjadi daluwarsa setelah masa 10 tahun terhitung sejak saat terutangnya pajak atau berakhirnya masa pajak, bagian tahun pajak atau tahun pajak yang bersangkutan.
Namun daluwarsa penagihan ini juga menjadi tertangguh apabila :
- Diterbitkan Surat Tegoran atau Surat Paksa
- Ada pengakuan hutang dari WP
- Diterbitkan Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar / KB Tambahan
B. RESTITUSI dan KOMPENSASI
I. RESTITUSI PBB
Sebab-sebab terjadinya restitusi :
1.      Pajak yang dibayar lebih besar dari pajak terutang karena:
a. Permohonan pengurangan dikabulkan
b. Permohonan keberatan dikabulkan
c. Permohonan banding dikabulkan
d. Perobahan peraturan
2.      Pajak yang dibayar seharusnya tidak terutang, misalnya pembayaran PBB atas rumah ibadah.
Tata Cara Pemberian Restitusi
ü  Permohoonan diajukan dalam bahasa Indonesia
ü  Lampiran permohonan :
- fotokopi SPPT/SKP
- fotokopi SK Pengurangan/ Keberatan/ Banding
- fotokopi STTS ( bukti bayar )
ü KPPBB/KPP Pratama melakukan Penelitian/Pemeriksaan dari  permohonan restitusi yang diterima
ü Dari hasil pemeriksaan kemudian dikeluarkan keputusan berupa :
-  SKKP PBB apabila Pajak yang telah dibayar lebih besar dari Pajak Terutang
-  SPb (Surat Pemberitahuan) apabila Pajak yang telah dibayar sama dengan Pajak Terutang
-    SKP apabila Pajak yang telah dibayar kurang dari Pajak Terutang
ü  Proses sampai dengan keluarnya Surat Keputusan harus selesai paling lama 12 bulan, lewat waktu harus diterbitkan Surat Keputusan Kelebihan Pembayaran PBB (SKKP PBB)
ü  Dalam waktu satu bulan setelah SKKP PBB harus diterbitkan Surat Perintah Membayar Kelebihan Pembayaran PBB (SPMKP PBB)
ü  Apabila lebih dari satu bulan dari penerbitan SPMKPPBB wajib pajak belum menerima restitusi maka WP berhak mendapat imbalan bunga sebesar 2% per bulan
ü  Apabila WP mempunyai hutang pajak lainnya maka restitusi yang akan diterimanya lebih dahulu diperhitungkan dengan hutang pajak lainnya tersebut.
II. KOMPENSASI PBB
Kelebihan pembayaran pajak yang diterima oleh WP dapat diterima melalui cara pemindahbukuan (restitusi) tapi dapat pula dialihkan untuk pembayaran lainnya (kompensasi). Pengalihan pembayaran tersebut dapat dilakukan untuk:
 ketetapan PBB tahun yang akan datang
 hutang PBB atas nama WP lain
 hutang PBB atas nama WP lain untuk tahun yang akan datang
C. PEMBERIAN IMBALAN BUNGA
Sebab-sebab pemberian imbalan bunga dan besarnya imbalan bunga :
1.      Keterlambatan penerbitan SKKP PBB dimana bunga diberikan 2% per bulan terhitung sejak berakhirnya 12 bulan setelah permohonan restitusi diterima sampai dengan terbitnya SKKP PBB.
2.      Keterlambatan penerbitan SPMKP PBB dimana bunga diberikan 2% per bulan terhitung dari sejak berakhir 1 bulan dari terbitnya SKKP PBB sampai dengan terbitnya SPMKP PBB.
3.      Kelebihan pembayaran PBB karena permohonan keberatan/banding diterima sebagian atau seluruhnya, dimana bunga diberikan 2% per bulan maksimum 24 bulan yang terhitung dari sejak pembayaran PBB sampai dengan terbitnya Surat Keputusan Keberatan/Putusan banding.
4.       Kelebihan pembayaran sanksi administrasi karena pengurangan/penghapusan sebagai akibat diterbitkannya keputusan keberatan/banding, dimana bunga diberikan 2% per bulan maksimum 24 bulan yang terhitung dari sejak pembayaran sampai dengan terbitnya Keputusan Pengurangan/ Penghapusan Sanksi Administrasi.
2.4     PEMBAGIAN HASIL DAN KETENTUAN PIDANA
A. PEMBAGIAN HASIL PENERIMAAN PBB
Hasil penerimaan PBB yang diterima oleh Bank/Kantor Pos TP dari para WP dalam jangka waktu satu minggu (setiap hari Jum’at) harus dilimpahkan ke Bank/Kantor Pos Persepsi. Oleh Bank/Kantor Pos Persepsi kemudian dilimpahkan ke Bank/Kantor Pos Operasional III juga pada setiap hari Jum.at. Kemudian oleh Bank/Kantor Pos Operasional III pelimpahan penerimaan PBB dari Bank/Kantor Pos Persepsi tersebut pada setiap hari Jum.at dibagikan kepada yang berhak menerimanya yaitu :
o  10 % untuk bagian Pemerintah Pusat
o  9 % untuk bagian Biaya Pemungutan
o  16,2 % untuk bagian Pemerintah Propinsi
o  64,8 % untuk bagian Pemerintah Kabupaten/Kota
Sejak tahun anggaran 1994/1995 bagian Pemerintah Pusat sebesar 10% dilimpahkankembali kepada daerah Kabupaten/Kota dengan imbangan sbb :
o   6,5 % dibagikan merata keseluruh daerah Kabupaten/Kota
o   3,5 % dibagikan sebagai insentif kepada daerah Kabupaten/Kota yang mengalami nsurplus rencana penerimaan sektor pedesaan dan perkotaan.
B. KETENTUAN PIDANA
Apabila WP :
1. Karena alpa/lupa :
ü  Tidak mengembalikan SPOP
ü  Mengembalikan SPOP tapi isinya tidak benar atau lampiran tidak benar sehingga menimbulkan kerugian kepada negara maka akan dikenakan sanksi berupa kurungan maksimum 6(enam) bulan atau denda sebanyak dua kali pajak terutang.
2. Karena sengaja :
o   Tidak mengembalikan SPOP
o   Mengembalikan SPOP tapi isinya tidak benar atau lampiran tidak benar
o   Menunjukkan/memberikan surat-surat palsu atau asli tapi palsu
o   Tidak menunjukkan surat-surat/dokumen yang diperlukan
o   Tidak menunjukkan data/keterangan yang diperlukan sehingga menyebabkan kerugian kepada negara maka dapat dikenakan sanksi berupa hukuman penjara maksimum dua tahun atau dikenakan denda sebanyak lima kali pajak terutang. Bila hal tersebut diulangi lagi maka sanksi tersebut menjadi dua kali lipat.
Terhadap yang bukan WP bila melakukan hal-hal tersebut diatas maka dikenakan sanksi berupa hukuman kurungan maksimum satu tahun atau denda maksimum dua juta rupiah. Apabila lewat waktu 10 tahun (kedaluwarsa) maka ketentuan pidana tersebut tidak dapat dituntut.
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Pajak Bumi dan Bangunan (PBB), adalah salah satu pajak yang dikelola oleh Direktorat Jenderal Pajak (DJP) selain Pajak Penghasilan (PPh), Pajak Pertambahan Nilai (PPN), Bea Meterai (BM) dan Bea Perolehan Hak Tas Tanah dan/atau Bangunan (BPHTB). PBB adalah termasuk jenis pajak objektif, di mana yang lebih ditekankan dalam pengenaan pajak ini adalah pada objeknya. Hal ini bisa kita lihat dari susunan pasal dalam Undang-undang Nomor 12 Tahun 1985 dan perubahannya yang menempatkan pasal tentang objek pajak lebih dahulu daripada subjeknya.
Banyak hal yang harus diketahui tentang PBB dan peraturannya pun terus berkembang sehingga kita harus selalu mencari informasi terbaru tentang perpajakan.

0 komentar:

Posting Komentar